Profesor Erman Anom |
PEMERINTAH pusat tidak perlu curiga bahwa di balik penggunaan bendera Angkatan Bersenjata GAM sebagai bendera Aceh sebagai bentuk gerakan mengarah ke Aceh merdeka.
Pengamat politik dan konflik dari Universitas Esa Unggul, Jakarta, Prof Erman Anom mengatakan, sejak awal Hasan Tiro pun tidak pernah memperjuangan Aceh merdeka, lepas dari pangkuan NKRI.
"Tapi yang diperjuangkan Hasan Tiro adalah Aceh yang punya kedaulatan penuh seperti Hongkong dan Macau," ujar Erman Anom kepada JPNN di Jakarta, kemarin.
Guru Besar kelahiran Arun, Aceh, itu mengatakan, penggunaan bendera GAM sebagai bendera Aceh seperti diatur di qanun nomor 3 Tahun 2013, juga diarahkan ke tujuan akhir adanya kedaulatan penuh Aceh, tapi tetap dalam bagian NKRI. Seperti Hongkong dan Macau yang tetap berada dalam wilayah administrasi RRC.
Pasalnya, kata Erman, secara geo politik internasional, justru tidak akan menguntungkan bagi Aceh jika melepaskan diri dari NKRI.
Apa kaitannya dengan qanun bendera Aceh? Erman menilai, pembentukan qanun itu hanya strategi para elit di Aceh untuk menekan Jakarta. Tujuannya, agar Jakarta mau segera merealisasikan seluruh poin-poin di MoU Helsinki dan di UU Pemerintahan Aceh.
"Qanun itu hanya alat untuk bargaining dengan pusat, untuk membangun deal-deal, untuk menekan agar hak-hak istimewa Aceh seperti tertuang di MoU Helsinki dan UU Pemerintahan Aceh segera diwujudkan," terang Erman.
Jika poin-poin di MoU Helsinki dan di UU Pemerintahan Aceh semua sudah diwujudkan, maka itu akan menjadi modal penting bagi Aceh untuk menjadi semacam negara federal, mirip Macau dan Hongkong.
Nantinya, jika itu terwujud, maka segala UU yang bersifat nasional, tidak bisa diberlakukan di Aceh karena Aceh punya UU lex specialis, yakni UU Pemerintahan Aceh, yakni UU Nomor 11 Tahun 2006.
Bagaimana dengan ending dialog antara tim pusat dengan tim Aceh nantinya? Erman yakin, Aceh yang akhirnya "memenangkan" proses dialog. Ini sudah terlihat sejak awal, dimana pusat "terjebak" oleh kepiawaian elit Aceh.
Para elit Aceh, kata dia, sengaja mencantumkan sejumlah substansdi di qanun yang nantinya diyakini bakal ditolak pusat, seperti menyantumkan MoU Helsinki sebagai salah satu dasar hukum pembentukan qanun, juga adzan yang mengiringi pengibaran bendera.
Benar, dua poin itu langsung diminta dicoret oleh pusat dan Aceh langsung setuju-setuju saja. Tapi bagi sebuah proses dialog, lanjut Erman, dengan sudah "mengalah" dua poin, maka Aceh berhak balik menagih pusat untuk juga "mengalah" dua poin juga.
Berikutnya, dalam proses dialog lanjutan nanti, tim Aceh diyakini bakal "melepaskan" sejumlah poin-poin lain di qanun. Tapi, bentuk gambar bendera Aceh tetap akan dipertahankan.
Karena itu, Erman yakin, nanti bentuk bendera Aceh tetap seperti yang tercantum di qanun itu. Bendera Aceh itulah yang nantinya berkibar di wilayah Aceh.
"Bendera Aceh saya yakin nanti tetap bisa berkibar di sebelah bendera Merah Putih yang letaknya lebih tinggi. Di situlah nanti Aceh mirip Macau, daerah yang berdaulat," ujarnya meyakinkan. (*/jpnn)
0 komentar:
Posting Komentar