jakcity.com |
PEMERINTAH Pusat di Jakarta bukan tidak memahami kekhususan yang dimiliki oleh Aceh. Namun membiarkan secara sengaja, kekhususan yang dimiliki oleh Aceh tidak menjadi persoalan serius dan hilang satu persatu.
Hal ini disampaikan Staf khusus Gubernur Aceh Fachrul Razi, M.I.P, berkaitan pemaparannya dalam Seminar dan Diskusi Publik dengan tema: Konsolidasi Gerakan Mahasiswa Merespon Hak-hak Konstitusi Secara Sinergis di Universitas Al Muslim, Bireun, Selasa tanggal 14 Mei 2013. Seminar dan Diskusi Publik ini digelar dalam rangka Kongres II BEM Se Aceh yang berlangsung dari tanggal 12-18 Mei 2013.
"Hal ini disebut dengan political omission, atau kebijakan politik yang membiarkan dengan sengaja terhadap hal-hal yang kurang menguntungkan Pusat," katanya.
Sebagaimana dilansir ATJEHPOSTcom, Sebagai pihak yang menyusun konstitusi untuk Aceh, kata dia, seharusnya Pusat memahami hak-hak Aceh.
"Ini bukan perkara tidak paham, namun memang sengaja tidak paham atau sengaja menghilangkan hak-hak konstitusi di Aceh. Hal ini menunjukkan Pemerintah Pusat tidak menghargai Hak-hak Konstitusi Aceh."
Menurutnya Aceh memiliki kekhususan dan keistimewaan yang berbeda dengan propinsi lainnya. Bahkan menurutnya kekhususan dan keistimewaan yang dimiliki, jauh lebih luas dibandingkan kekhususan yang dimiliki oleh Papua, DKI Jakarta dan Jogjakarta.
"Aceh memiliki hukum lex specialis, atau hukum khusus yang tidak dimiliki oleh propinsi lainnya karena mereka menggunakan hukum umum (lex generalis)," ujarnya.
Dihadapan peserta kongres Fachrul Razi mengatakan bahwa perjanjian MoU Helsinki telah melahirkan Undang-Undang Pemerintah Aceh yang lahir berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B, yang menjamin kekhususan dan keistimewaan bagi Aceh. Secara konstitusi, kata dia, Aceh memiliki hak untuk memiliki partai politik lokal, Lembaga Wali Nanggroe, dan bendera Aceh sendiri.
Berkaitan dengan bendera Aceh, menurut Fachrul Razi, tidak ada alasan bendera bintang bulan tidak boleh berkibar di Aceh baik secara politik maupun hukum.
"Bendera bintang buleun wajib berkibar di seluruh Aceh. Bahkan tidak boleh berubah, karena diputuskan secara demokratis di DPRA dan sesuai dengan konstitusi Indonesia," katanya.
Kata dia, semua hak hak konstitusi sudah diatur dan disepakati dalam UU sesuai dengan UUD 1945 pasal 18B. Hak politik yang diatur dalam konstitusi seperti hak nama Aceh dan gelar pejabat senior, hak qanun Aceh dan internal keuangan sendiri.
Dia mengatakan, Aceh juga memiliki hak-hak konstitusi lainnya seperti hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya, sebagaimana perjanjian MoU Helsinki dan UUPA.
"Bahkan telah jelas diatur dalam Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai hak-hak sipil dan politik dan mengenai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya," ujarnya.
Dia berharap mahasiswa Aceh bisa bersatu dan memperkuat konsolidasi memperjuangkan hak-hak Aceh. Demi memperjuangkan hak-hak konstitusi Aceh, kata Fachrul Razi, dirinya siap berkorban nyawa dan harta jika Pemerintah Pusat mengkhianati kesepakatan yang telah ditandatangani.
Hadir sebagai pembicara lainnya dalam seminar tersebut, antara lain Mulyadi selaku Direktur LSM Care Aceh dan Norma Manulu salah satu Aktivis Perempuan di Aceh.[]
0 komentar:
Posting Komentar